Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan berita telah ditemukan obat Covid-19. Hebatnya, obat itu ditemukan oleh beberapa instansi di Indonesia, Universitas Airlangga (Unair) bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), BNPB dan TNI, menurut berita yang beredar.
Tim Riset Penanggulangan COVID-19 dalam waktu dekat ini akan mengajukan syarat izin edar temuan kombinasi obat COVID-19 itu kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar dapat segera diproduksi secara massal guna membantu para pasien positif COVID-19 di seluruh Indonesia dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di seluruh Indonesia.

Lantas benarkah Unair telah menemukan obat Covid-19?
Berdasarkan artikel resmi Unair dengan judul “UNAIR researchers find five effective drug combinations to fight coronavirus” (Peneliti UNAIR menemukan lima kombinasi obat yang efektif untuk melawan virus corona), meneliti lima kombinasi regimen obat.
Yang harus digarisbawahi, obat coronavirus yang diteliti Unair adalah kombinasi regimen obat yang berasal dari obat yang telah tersedia di pasaran dan berpotensi menjadi obat Covid-19. Itu artinya yang ditemukan adalah regimen obat untuk Covid-19, bukan menemukan obat baru (Covid-19).
Dilansir dari situs Satuan Tugas Penanganan Covid-19, peneliti Universitas Airlangga (Unair) Dokter Purwati bersama BIN dan Gugus Tugas Nasional melakukan penelitian terkait dengan regimen kombinasi obat dan juga jenis stem cell yang efektif.
Regimen merupakan komposisi jenis dan jumlah obat serta frekuensi pemberian obat sebagai upaya terapi pengobatan. Titik tolak penelitiannya berdasarkan prinsip penyakit infeksi, yakni adanya konsep tiga sisi yang terdiri host, lingkungan dan agen.
“Jadi manusia itu sendiri, virus itu sendiri, serta faktor lingkungan yang apabila dibuat sesuatu hal yang sedemikian rupa sehingga mendukung pertumbuhan virus tersebut,” ujar Purwati di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, pada Jumat (12/6).
“Kombinasi obat-obatan yang sudah dilakukan penelitian dari obat-obatan yang sudah ada di pasaran dan kita teliti untuk potensi dan efektivitas obat tersebut sehingga indikasinya diperluas menjadi obat yang mempunyai efek antiviral terhadap SARS-CoV-2 yang berbasis dari virus isolat Indoensia yang sampelnya diambil dari pasien di RSUA yang telah mendapatkan sertifikat laik etik, melalui serangkaian proses,” lanjutnya.
Dari 14 regimen obat yang diteliti, ada 5 kombinasi regimen obat. “Jadi ada 5 macam kombinasi yaitu lopinavir atau ritonavir dan azithromycin. Kedua, lopinavir atau ritonavir dan doxycycline. Ketiga lopinavir atau ritonavir dan clarithromycin. Keempat, hydroxychloroquine dan azithromycin dan kelima kombinasi hydroxy dan doxycycline,” ucap Purwati.
Ia mengatakan bahwa kenapa dipilih regimen kombinasi karena potensi dan efektivitas yang cukup bagus terhadap daya bunuh virus. Dosis kombinasi yang lebih kecil 1/5 sampai 1/3 dari dosis tunggal sehingga sangat mengurangi toksitas obat tersebut di dalam sel tubuh yang sehat.
Sedangkan keterlibatan TNI disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa selaku Wakil Ketua I Komite Penanganan COVID-19, kombinasi obat dilaporkan telah menyembuhkan seribuan prajurit TNI AD yang terpapar corona di Sekolah Calon Perwira (Secapa) di Bandung, Jawa Barat.
Apakah regimen kombinasi obat untuk Covid-19 karya Indonesia adalah yang pertama?
Hingga saat ini, tidak ada obat atau biologik yang disetujui oleh otoritas kesehatan dunia untuk pencegahan atau pengobatan COVID-19. Praktik regimen kombinasi obat bukan hal baru dan lumrah dilakukan oleh para peneliti dunia.
Pengobatan Covid-19 dengan cara regimen kombinasi obat pernah dilakukan oleh Arshad dan timnya, menggunakan hydroxychloroquine dan azitromisin dalam sebuah studi observasi di AS. Sedangkan data tentang efektivitas dan toksisitas hydroxychloroquine masih kontroversial.
Pemanfaat regimen kombinasi obat menggunakan obat yang beredar di pasaran merupakan cara alternatif mengingat era pandemi ini dibutuhkan obat yang cepat, tepat serta sudah teruji. Sederhananya, praktik ini menggabungkan beberapa obat sebagai upaya terapi pengobatan, tentunya harus melalui proses uji klinis.
Mengapa begitu sulit mengembangkan obat untuk penyakit virus?
Obat antivirus harus dapat menargetkan bagian tertentu dari siklus hidup virus yang dibutuhkan untuk berkembang biak. Selain itu, obat antivirus harus mampu membunuh virus tanpa membunuh sel manusia yang ditempati. Dan virus sangat mudah beradaptasi.
Karena mereka berkembang biak dengan sangat cepat, mereka memiliki banyak kesempatan untuk bermutasi (mengubah informasi genetik mereka) dengan setiap generasi baru, berpotensi mengembangkan resistensi terhadap obat atau vaksin apa pun yang dikembangkan.
Cara kerja obat antivirus berbeda dengan antibiotik yang bekerja membunuh bakteri. Antivirus tidak membunuh virus, tetapi memblokir virus berkembang biak, selanjutnya memudahkan antibodi untuk menghajar virus. Jika virus berhasil berkembang biak maka imunitas akan kesulitan melawannya, itulah mengapa pentingnya obat antivirus.
Kesimpulan
Kabar bahwa Unair bersama beberapa instansi menemukan obat Covid-19 adalah tidak tepat. Obat temuan Unair bukan obat baru (Covid-19). Lebih tepatnya, Unair menemukan terapi pengobatan Covid-19 dengan regimen kombinasi obat yang beredar di pasaran. Namun, regimen kombinasi obat untuk Covid-19 dari Unair belum resmi disetujui, setidaknya hingga saat ini.
Tidak ada obat khusus untuk COVID-19 saat ini. Kebanyakan orang yang sakit karena COVID-19 dapat pulih di rumah, jika kasusnya ringan. Tetapi masalahnya, pasien dengan kasus parah memerlukan perawatan dan obat khusus, ini yang menjadi fokus utama para peneliti untuk mengembangkan pengobatan yang efektif. Sebuah obat bisa disebut obat Covid-19 jika efektif pada semua pasien (ringan, sedang, dan berat), tanpa terkecuali.
Sekoci Hoaxes. Filter Ekosistem Informasi!
0 Comments